Banyak orang percaya bahwa ular
menyuntikkan bisa beracun ke dalam tubuh korbannya menggunakan taring
berlubang. Faktanya, sebagian besar ular dan reptil berbisa lainnya tak
mempunyai gigi taring berlubang. Kini para fisikawan mengetahui trik yang
digunakan binatang itu untuk memasukkan bisa beracunnya ke dalam kulit
korbannya.
Selama bertahun-tahun, Leo von
Hemmen, ahli biofisika di TU Muenchen, dan Bruce Young, ahli biologi di
University of Massachusetts Lowell, telah meneliti indra pendengaran ular.
Ketika mendiskusikan toksisitas ular, mereka menyadari bahwa hanya sedikit ular
yang menginjeksikan bisanya ke tubuh korban menggunakan taring berlubang. Meski
sebagian besar reptil berbisa tak memiliki taring berlubang, mereka adalah
predator efektif.
Hanya sekitar sepertujuh dari
seluruh ular berbisa, seperti ular derik, mengandalkan trik taring berlubang.
Ular lainnya mengembangkan sistem lain, seperti ular mangrove pit viper (Boiga
dendrophila). Menggunakan taring kembarnya, ular Boiga melubangi kulit korbannya.
Bisa mengalir masuk ke luka di antara gigi dan jaringan. Namun ada cara lain
yang lebih mudah, banyak taring mempunyai lekukan untuk mengalirkan bisa ke
dalam luka.
Para ilmuwan penasaran bagaimana
metode sederhana seperti itu bisa sangat berhasil dari sudut pandang
evolusioner. Bulu burung, misalnya, dapat dengan mudah mengibaskan bisa yang
mengalir sepanjang lekukan terbuka. Untuk mengungkap misteri itu, mereka
menyelidiki tegangan permukaan dan kekentalan berbagai bisa ular. Pengukuran
tersebut memperlihatkan bahwa bisa ular sangatlah kental.
Tegangan permukaan bisa ular cukup
tinggi, hampir sama dengan air. Hal itu menyebabkan energi permukaan menarik
tetesan bisa ke lekukan taring, lalu menyebar. Dalam perjalanan evolusi, ular
beradaptasi terhadap mangsanya menggunakan kombinasi geometri lekukan taring
optimal dan viskositas bisa. “Ular yang memangsa burung mengembangkan lekukan
yang lebih dalam agar cairan bisa kental tak tersapu oleh bulu burung,” kata
von Hemmen.
Para ilmuwan juga menemukan jawaban
bagaimana ular memasukkan bisanya ke kulit mangsanya dan memicu timbulnya efek
mematikan. Dalam soal ini, ular mengembangkan trik dalam evolusinya. Ketika
ular menyerang, lekukan taring dan jaringan di sekitarnya membentuk sebuah
kanal. Jaringan akan menyerap bisa lewat kanal tersebut.
Bisa ular memiliki struktur khusus
untuk mendukung efek tersebut. Sama seperti saus tomat, yang menjadi lebih cair
ketika dikocok, tekanan yang muncul dari isapan itu menyebabkan kekentalan bisa
berkurang, membuatnya dapat mengalir dengan mudah melewati kanal dengan cepat
karena pengaruh tegangan permukaan. Von Hemmen menyebut karakteristik substansi
ini sebagai cairan non-Newtonian. Trik ini sangat praktis bagi ular. Selama tak
ada mangsa yang terlihat, bisa dalam lekukan taring akan tetap kental dan
lengket. “Ketika ular menyerang, cairan beracun akan mengalir sepanjang lekukan
taring, memasuki luka, dan menimbulkan efek mematikan,” katanya. (Kaskus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar